Aku Lelah #2

 Atas semua perasaan negatif yang memenuhi hati dan pikiran ini membuatku ingin sekali berhenti berada di titik ini. Atau ingin sekali waktu bisa mengubur perasaan itu.

Namun, jika aku memilih jalan itu sesungguhnya ia tak pernah bisa selesai. Akan menjadi potongan puzzle yang akan terus mengikutiku.

***

Aku jelas berusaha menerjamahkan apa semua sumber perasaan negatif itu.

Rencana.

Rencana yang sudah kubuat atau tulis menjadi langkah awal kesedihana ini. 

Ketika rencanaku tidak terpenuhi satu aja, aku bisa merasa sedih. Itu baru seperti setitik kesedihan di hati.

Lalu, rencana-rencana berikut yang kembali tak terlaksanan menjadi titik besar di hati. Itulah menjadi awal kesedihan yang kadang sudah tak bisa kuuraikan.

Aku abai. 

Berusaha menutupi perasaan kecil itu. Suara disudut hati yang tak kuindahkan.

Rencana atau harapan?

Ya, bisa dibilang sama. Tapi, sedikit berbeda.

Jika harapan ya dia hanya sebuah angin saja. Tapi rencana? Sudah diatur jadwalnya dan target penyelesaiannya.

Lalu kenapa bisa gagal?

Banyak faktornya. 

Sesuatu diluar dugaanku terjadi, sedikit banyak mengacau rencanaku. Aku bisa langsung tidak berselera mengerjakan apa yang sudah kurencanakan.

Semudah itu.

Dan bisa jadi salah satu faktornya diriku sendiri yang menggagalkan rencana itu sendiri.

Seperti :

"Eh, besok pagi kita main raket, yok." Ajakku

"Ayok." Kata kakak atau ponakan yang biasa aku ajak.

Tapi, nyatanya besok aku lupa. Pagi hari aku masih mengantuk benar-benar melupakan rencana itu.

Itu bukan sekali dua kali terjadi, lumayan sering. Dan perasaan bersalah pada diri sendiri pun menjadi momok kesedihan.

"Dasar aku yang tidak becus. Itu aja gak bisa. Kenapa bisa malas melakukannya, sih?" Dan seterusnya.

***

Itu juga berlaku pada rencana lainnya.

Sebenarnya, ibadah aku semakin menurun, terjun bebas sekali. Bukan, aku masih sholat lima waktu kok tenang. Mashi Dhuha juga. Tilawah juga ada, walau kadang ada satu hari terlewat begitu saja tanpa membacanya. Dan rasa bersalah itu muncul meski baru membentuk titik kecil.

"Ya Allah, ampuni hamba yang sudah melewatkan tilawah hari ini. Mudah-mudahan besok tidak bahkan bisa 1 jus, seperti yang pernah ku lakukan sebelumnya."

Dan besok hari pun sama dengan sebelumnya. Aku masih sulit untuk menyelesaikan tilawah 1 jus.

Sedih, kenapa aku bisa semenurun ini?

Katanya mau nikah? Kenapa tilawah 1 jus aja gak bisa?

Itu menjadi pikiranku lainnya.

Menikah.

Bagaimana aku bisa mendapatkan jodoh yang sholeh, baik, rajin beribadah taat beragama jika ibadahku seperti ini.

Bukankah jodoh sesuai cerminan diri?

Aku tahu tidak sesederhana itu memang. Tapi, aku sudah mulai bosan dengan teori-teori yang kadang membuatku semakin bingung. Sehingga kusimpulkan, okeh kalau mau jodoh yang sholeh dan rajin ibadah aku juga melakukan hal itu.

Tapi, sekarang...ibadahku menurun. Semakin ingin kuat beribadah semakin susah digapai, begitu selalu. Seperti aku ingin mendorong sebuah batu besar. Batu itu sama sekali tidak bergerak.

Kenapa susah sekali?

Apa karena niatku?

Ibadah karena Allah, bukan semata hanya inginkan jodoh.

I know, aku selalu berusaha untuk menyadarkan diri begitu. Mengatur mindset sedemikian rupa.

Namun, semakin lama semakin tidak ada perubahan dan membuatku lelah.

Apa pada akhirnya aku kalah dengan setan, yang berusaha menyesatkan manusia?

Semakin aku merenung dan melihat diri ke dalam. Aku benar-benar diperlihatkan.

***

Kenapa aku belum menikah juga?

Jawabannya karena memang aku belum siap. Allah ingin melihat kesungguhanku. 

Perihal ini saja aku masih terkatung-katung, bagaimana mengurus rumah tangga yang begitu kompleks masalahnya?

Begitulah. Aku pun sadar diri. Memang benar aku belum siap. Lihat saja ibadahku. Menurun banget.

Bacaan surah pendeknya tidak ada kemajuan selalu begitu saja. Hafalan? Bertambah dan menghilang banyak.

Alquran tidak menghilang. Hanya aku yang pergi karena dosaku.

Mengertikah kamu? Apa yang menjadi membuatku begitu sedih?

***

Ingin. Tentu saja aku ingin melakukan amalan-amalan agar cepat dapat jodoh.

Namun, seperti ada penghalang.

Apakah aku bisa istiqomah menjalan wiridnya?

Bagaimana kalau nanti aku sudah rencanakan lalu satu dua hal tak terlaksana membuatku kembali down?

Aku belum sanggup. Itu seperti tidak tulus, tidak alami.

Aku belum tergerak dengan tekad yang kuat untuk itu. Aku takut kecewa pada diriku sendiri. Perasaan bersalah yang begitu dalam. 

Lalu apa yang aku tunggu?

Hidayah.

Aku ingin sedang menunggu hidayah dari Allah. 

Datang dari benar-benar kemauan sendiri. Tergerak melakukan semua rencana karena Allah tanpa mengharap embel-embel alias bonus dari ibadah itu sendiri.

"Aku melakukannya, ya karena Allah. Hanya itu. Masalah jodoh datang lebih cepat atau lebih lambat dari yang segi duniawi lihat, aku tidak peduli. Yang penting aku sudah melakukan sebisa yang aku bisa."

Semacam itulah.

Tapi, aku khawatir. Jika orang menanyakan kapan aku nikah, lalu mengkoreksi ibadahku yang memang membuat jodoh menjauh, membuat keinginan murni itu menjadi melenceng.

***

Untuk itulah, aku berusaha untuk berbenah hati, berbenah niat. Aku tahu itu butuh waktu dan bisa jadi tidak sebentar.

Jika hati dan pikiranku belum beres, aku belum bisa bangun lagi harapan-harapan dan rencana yang harus ku kejar, alias seperti sebuah ambisi. Mati-matian, berdarah-darah untuk itu, aku masih belum siap.

Aku mencoba berbenah satu-satu. Perlahan-lahan hingga nanti semua tidak lagi terasa berat.

Allah, bantu aku. Engkau lebih tahu, bahwa aku sedang tidak baik-baik saja.

Bersambung...

(Selanjutnya semoga aku bisa lebih rapi menceritakan permasalahanku)

Komentar

Postingan Populer