Dear Diary (14)

Lagi-lagi aku bingung harus memulai cerita dari mana.
Malam ini aku menginap di sebuah tempat pelatihan kuda, Kampung Cowboy.
Sebuah tempat wisata yang menjadi pilihan pada akhirnya untuk tempat program live in. 

Kenapa akhirnya memilih tempat itu? Ini mungkin terdengar klise tapi dalam waktu yang mendesak saat itu, tidak ada waktu lagi mencari tempat yang baru. Ini harus segera diselesaikan dalam tempo yang sesingkat-singkatnya.

***
Ahad pagi aku berada diujung tanduk.
Sebagai seseorang yang berhubungan dengan RAB dan mencairkannya, aku galau. Harus segera mengirimkan laporan.
Maka pagi itu aku putuskan untuk menginputnya.
Menyelesaikan sampai akhir hari itu, demi-demi lancar urusan setelahnya.

Aku tidak ingin sebab penghalang suatu urusan. Itu rasanya gak enak sama sekali. Menjadi yang tersalahkan.

Dengan segenap penuh perjuangan sembari menanti hujan reda aku akhirnya bisa menyelesaikannya.

"Kapan kakak berangkat?"

Mereka sudah menanti-nanti hadirku. Diawal konsep kegiatan itu akan dilaksanakan, tidak ada dalam bayanganku akan menginap di sana.

Aku murni hanya ingin membantu. Merumuskan apa yang belum dirumuskan. Putuskan apa yang perlu segera diputuskan.
Selesaikan segera proposal, hubungi pihak ketiga, pengajuan ke pimpinan, lalu acc dan menyiapkan semua.

Maka siang hari itu aku tanyakan kembali, "bener nih gak apa-apa? Kakak bakalan gak full di sana karena harus kerja dan siapa yang bakalan antar jemput kakak? Karena motor bakalan dipakai ponakan."
Risauku meminta solusi dan strategi mereka.

"Tenang nanti ada yang antar jemput."
Kata mereka.

"Gak apa-apa kakak cuman sore aja gabung sama kalian?"

"Gak apa, Kak. Malah kami senang."

Oke deh. Dikarenakan dibilang gitu aku jadi semangat. Dan dalam waktu setengah jam aku selesai packing. Ini bisa dilakukan cepat karena sudah terbiasa.

Setengah jam berikutnya belanja. Memenuhi titipan mereka. Katanya di sana jauh dari warung.

Dan aku pun mulai berangkat menggunakan mobil melalui pemesanan aplikasi online yang viral itu.

***
Dan ya, aku mengikuti rangkaian di sore hari saat semua susunan acara yang berubah karena ada satu hal lainnya.

Paginya aku harus segera berangkat kerja.

"Ini sarapan dulu, Kak."  Tawar panitianya alias juniorku.

"Ya."
Tiba-tiba rasanya jadi sedikit familiar.
"Kok, kayak beneran di rumah ya. dikasih sarapan dan berangkat kerja. Doa in ya bawa rezeki ya banyak, hahaha..."

"Hahaha, iya juga ya, Kak. Yang semangat ya kerjanya, cari uang buat kami belanja."

Hahahaha.
Kami pun tertawa.

Yang menjemputku di pagar sudah menelpon. Dia minta aku untuk percepat langkah.
"Pagarnya di gembok, saya gak bisa buka, Kak." Keluhnya.

Maka kami menelpon panitia ikhwannya untuk buat cek.
"Udah di buka kok, Kak, kata guru ikhwannya. Soalnya bapak itu tadi keluar sholat shubuh."
Penjelasan setelah konfirmasi.

Aku pun segera berjalan. Lumayan cepat langkahku karena waktu berangkat kerja sudah agak lambat.

Sudah mendekati pagar aku ingin sedikit beteriak padanya ingin memberitahu bahwa...

"Gak dikunci rupanya, Kak. Gak tahu saya."
Katanya dengan wajah polos dan ketawanya.
Mendahuli apa yang hendak aku katakan.

Ya sudahlah biarkan saja. Dia memang begitu.

"Buka, Kak, pagarnya." Pintanya yang masih di atas motor. Belum mau turun.

"Bantuin, dong--"

"Gak mau...cepat, Kak...kita udah telat ini."
Dia mulai resah.

Aku pun memutuskan untuk mengumpulkan tenaga karena pagarnya keras dan sudah berkarat.

"Susah, lho." Keluhku.

Akhirnya teman yang di atas motor itu turun gunung juga.

"Iya, keras." Komentarnya.
 
Kami pun menyatukan kekuatan untuk membuka pagar.

Dan berhasil.

Tapi waktu mau jalan kok...
"Eh, nyakut nih rok kakak," keluhku sekaligus cemas.

"Eh?" Dia malah tertawa.

"Ini beneran cepat. Dorong pelan pelan." 
Kami berdua pun mendorong pelan-pan melepas rokku yang nyangkut di besi dan roda pagar.

Alhamdulillah berhasil.

"Yok, naik." Katanya.

Aku pun siap-siap naik dan memperhatikan rokku biar gak nyangkut di motornya.

"Kita berasa kayak pergi sekolah bareng, suasana sebagai seorang murid pergi bareng teman sekelasnya." Komentarku.

"Iya, ya..haha..."

Pagi hari itu. Kami tertawa di laju jalanan. Menceritakan pengalaman liburannya 4 hari yang lalu. Meski banyak deadline menanti diujung sana.


Komentar

Postingan Populer