Aku Ingin Menikah (4)

Memangnya kriteria pasangan yang aku mau seperti apa?

***
Selama masa penantian ini, maka yang bisa aku lakukan adalah perbaikan dan persiapan ilmu pra nikah, parenting, kerumah tanggaan dan sebagainya. Masih terus belajar.

Aku juga ikut belajar zerowaste. Tahun 2019 selama enam bulan secara online.
Di tahun 2021 aku mendapatkan tawaran menjadi fasilitator zerowaste. Walau aku sendiri bahkan masih belum apa-apa di dunia #bzw alias belajar zerowaste, kupikir tak ada salahnya untuk mengambil kesempatan ini. Niatnya karena Allah, belajar lagi, recall lagi ilmunya. 

Juga kadang disaat ada pertemuan-pertemuan, pada kelompok kecil, aku memberikan pertanyaan seputar pernikahan. Tentunya dimulai dengan topik yang ringan dulu. 
Seperti ,"bagaimana akhirnya memutuskan untuk menikah?"
Atau, "waktu taaruf itu sebenarnya kamu sudah dalam siap menikah atau gimana?"
Dan juga pertanyaan yang kedengaran tidak terhubung langsung namun membongkar semua, "seberapa penting skincare bagi kamu?"

Aku bukan tidak mencari tahu. Bukan juga pasrah tidak melakukan apa-apa yang mungkin orang lain sangka.

Hanya saja bisa jadi penilaian orang melihatnya aku...terlalu pemilih? Ikhtiar yang kurang? Termasuk kurang sabar. Hehe.

Ya, benar. Bisa jadi benar semua. Aku sudah capek menolaknya.

Maka, setelah aku menerima penilaian itu semua, aku bisa berpindah fokus pada hal lain yaitu diri sendiri, orang tua dan keluarga besar.

***
Aku juga cemas. Padahal sebaiknya aku tidak perlu cemas jika sudah sandarkan semua urusan dan fokus kepada Allah.

Tapi, ya kadang masih belum sepenuhnya sempurna. Lagi, aku masih belajar.

Kisah-kisah yang penuh ujian seorang perempuan dalam pernikahannya. Disakiti, dicueki, dikasari, dan yang paling menyakitkan dikhianati atau diselingkuhi.
Na'udzbillahimindzalik. :( jangan sampai.

Tentunya itu semua tak diingini.

Namun pada akhirnya terjadi dan tak bisa dihindari lagi, maka pilihannya hadapi atau ratapi.

Aku sempat cemas akan hal itu. Sampai terpikir, apakah itu sebabnya aku belum menikah karena masih membayang-bayang hanya sisi indahnya pernikahan?
Aku sudah siap belum, kalau menikah itu akan lebih membutuhkan tenaga yang luar biasa. Pikiran. Waktu. Emosi. Dan banyak hal lain yang harus diperjuangkan.

Sepertinya tanpa kusadari aku pernah beberapa kali terpikir, "daripada aku salah memilih pasangan dan menderita, mungkin saat ini sendiri dulu, sampai benar-benar dihadirkan yang terbaik. "

Apa itu artinya aku belum siap menikah?

***
Meski begitu. Aku sungguh ingin menikah. Aku tidak bermaksud ingin melajang dalam waktu lama seperti yang orang lain cemaskan.

Tapi nasehat itu datang tanpa aku cegah.
"Kita tidak bisa mengharapkan pada adopsi anak."

Aku sejenak terdiam. Lagi bahas apa ya? Kenapa topiknya ke adopsi anak?
Tanyaku dalam hati.

Lanjutan nasehatnya, "karena anak adopsi itu beda dengan kandung. Dia tidak terikat apa-apa, bukan darah daging kita. Bahkan yang darah daging pun belum tentu sepenuhnya bisa merawat kita ketika sudah tua nanti."

Aku mulai mengerti arah pembicaraannya.

Lanjutannya, "makanya ada orang yang mengharap punya anak gadis yang akan menjaganya."

Aku hanya bisa berteriak dalam hati. Ya, aku ingin itu. Aku ingin di masa tua ada pasangan dan anak-anak yang menemani. Seperti Abak dan Amak saat ini.

"Jangan sampai seperti si A. Di usia yang sudah tua, masih sendiri. Berharap saudara-saudaranya yang akan menjaga. Tak bisa. Sekarang dia menyesal."

***
Bersambung....

Komentar

Postingan Populer