Diah (2)
Kak Diah adalah kakak yang baik.
Ia selalu berusaha jujur apa adanya. Kupikir itu adalah daya tariknya, kenapa orang-orang senang berada didekatnya.
Tentu, dia ada kekurangan.
Perajuk.
Dia begitu perajuk. Ah satu lagi, dia orang yang gengsian. Haha.
***
Begitu banyak kisah seru bersamanya. Hari-hariku selama di Rohis menjadi lebih berwarna karenanya.
Namun, dia seperti manusia pada umumnya. Dia mempunyai luka. Luka begitu dalam. Meski aku penasaran seperti apa kisahnya, tetap saja aku tidak berani menanyakannya lebih jauh lagi. Aku menunggu waktu yang tepat. Kapan? Saat dia bersiap untuk menceritakannya.
***
Kak Diah orang yang paling sering mengirim sms dengan kata-kata motivasi dan gaya penulisan yang pada zaman itu bisa dibilang keren.
Dulu ada bonus sms sampai ribuan, membuat orang-orang pada zaman itu suka mengirim pesan random. Aku sering mendaptkan sms dari Kak Diah. Bahkan aku terkadang menantikan sms darinya.
"Apalagi yang akan dia kirim, ya?" Seperti itu.
Kadang itu sebuah prank, kadang juga sebuah nasehat menghibur, kadang juga sebuah kabar, kadang juga sebuah...
"Ayo...sholat malam."
Sebuah alarm.
Dia sering mengirim sms untuk bangun sholat tahajud. Kak Diah keren sekali sudah bangun sepagi itu.
"Kakak gak tidur, lebih tepatnya imsomnia."
Awalnya aku tidak percaya, mana ada orang yang tidak bisa tidur dan lagi itu bukan sesekali tapi selalu terjadi.
Namun, apapun itu aku berusaha menerima. Kak Diah memang orang yang aneh, "Kak Gharib." Julukan yang kuberikan.
***
Kak Diah, makasih sudah menjadi bagian yang mewarnai kisah masa abu-abuku.
Hal yang paling kuingat adalah ketika kita pulang bareng saat di oplet, begitu banyak cerita yang saling kita berikan, termasuk kisah tentang cinta pertamaku.
***
Ketika semua sudah harus menyelesaikan masa sekolah, yakni lulus. Maka kesempatan untuk bisa sering bertemu seperti dulu lagi sulit dilakukan.
Aku pikir kami tidak akan pernah saling menghubungi satu sama lain lagi, terlebih sudah ganti nomor handphone.
Sesekali waktu efbi masih ramai, kita saling mengirim komentar di postingan, sesekali juga mengirim pesan di inbox.
Efbi dengan seiring berjalannya waktu terus merubah design dashbornya alias tampilannya. Aku yang kala itu suka bernostalgia melalaui efbi karena postingan di efbi banyak meninggalkan kisah masa putih abu-abu. Juga sesekali iseng membuka inbox, pernah saling kirim chat dengan siapa dan sebagainya. Kebanyakan sudah banyak yang tak berjejak. sebagian lagi masih ada.
Kubaca lagi inbox terakhir bersama Kak Diah.
Aku tidak ingat bagaimana kisah yang mengawali chat itu, tapi ada kata-kata darinya yang kurang menyenangkan. Mungkin baginya itu sudah biasa, tapi aku tidak begitu tebiasa menerimanya.
Kak Diah memang tidak banyak berubah, selalu seru, tapi ada beberapa yang begitu berubah dan aku kurang menyukainya. Tapi lagi, aku tidak berhak meminta dia berubah menjadi yang kumau seperti waktu di SMK dulu.
Ah ya, aku mengerti, kenapa aku mulai menjauh darinya. Ini kekanak-kanakan sekali sih, aku kesal karena dia tidak ingin berubah sesuai apa yang kumau. Dan tentu itu tidak baik dalam sebuah pertemenan.
Karena itulah, meski aku tidak suka dengan beberapa kata yang cukup sering ia ucapkan ketika menelpon ataupun mengirim chat aku berusaha untuk menerimanya. Itu jika mood-ku sedang baik. Jika tidak, kadang aku merasa beban, apa sebaiknya kuakhiri saja percakapan itu?
Walau ada kalanya aku mengatakan padanya bahwa aku tidak suka dikatakan begitu, tapi mau bagaimana lagi, Kak Diah adalah Kak Diah. Tidak ada yang bisa merubahnya kecuali dia atas izin Allah.
***
Sebuah kabar dari teman sekelasku yang akan menikah waktu itu membuatnya kembali menelponku. Mengajak pergi ke kampung temanku untuk memenuhi undangan pernikahannya.
Aku sudah menolak ajakan itu karena kondisinya kurang mendukung, aku dalam deadline laporan dan sorenya harus menghadiri rapat.
Tapi Kak Diah adalah Kak Diah. Mempunyai berbagai macam cara. Dan aku terjebak.
Akhirnya ikut pergi bersamanya.
Khawatir?
Jelas. Kami sudah lama tidak pernah berjumpa ditambah lagi akan menempuh perjalanan lebih kurang dua jam ke Sorek. Khawatir canggung karena sudah lama tidak bertemu. Ternyata masih bisa dikondisikan.
Kami saling bersalaman ketika berjumpa dan genggaman tangannya tidak pernah berubah, hangat dan menyenangkan. Padahal aku sudah merasa kesal padanya karena harus melakukan perjalanan secara mendadak.
"Mau beli cemilan gak?"
"Gak."
Aku langsung menjawab tidak bukan karena tidak mau karena uangku tidak cukup. Haha. Dan ternyata justru Kak Diah ingin beli tapi urung karena aku bilang tidak. Ck, padahal beli saja kenapa sih?
Itulah Kak Diah.
Dan kami pun naik mobil menuju Sorek. Dan disanalah semua kisah nostalgia masa putih abu-abu kembali diputarkan. Memanggil kembali moment itu seakan baru terjadi semalam.
***
Kak Diah seperti kembali ke 12 tahun lalu. Ia menceritakan banyak hal padaku. Berbagai macam genre. hal yang paling terngiang sampai sekarang adalah,
"Dek, kita itu harus pandai berbasa-basi dengan orang lain."
Nah, itulah dia masalahnya, aku bukan tipikal orang yang senang berbicara dengan orang baru apalagi berbasa-basi. Tidak tahu topik apa yang harus dibahas.
Bukan tanpa alasan aku tidak menyukai basa-basi. Pernah waktu itu ikut nimbrung dalam sebuah percakapan dan aku melemparkan sebuah pertanyaan dengan niat "basa-basi", namun apa yang terjadi, aku diremehkan karena telah melemparkan pertanyaan yang seakan konyol.
Itulah mengapa, basa-basi itu berat bagiku.
Dan Kak Diah jago akan hal itu. Dan selama berada di Sorek, aku berdiri di belakang punggungnya menjadi tameng agar tidak berbincang-bincang dengan orang lain. Cukup dialah yang mewakili.
***
Beberapa waktu setelah perjalanan itu, Kak Diah masih bersedia menghubungi diriku yang kadang bahkan tidak pernah lagi menjadi pertama yang menghubunginya. Maaf.
Aku lagi-lagi bukan penyuka basa-basi. Jadi, jika bukan hal penting aku tidak akan berniat menghubungi lebih dulu. Apapun itu pada siapapun itu, bahkan pada orang tuaku sekalipun, jika aku pergi camping dalam urusan kerja dan sebagainya, aku jarang menghubungi.
Aku sebenarnya tidak menyukai panggilan telpon masuk. Aneh, padahal aku seorang admin di sekolah, begitulah, hal yang tidak kita sukai bahkan terus hadir, seakan menjadi ujian bagi kita.
***
Kak Diah, makasih sudah memberikan banyak kisah padaku. Dan Maaf jika aku sering menjadi teman cerita yang tidak seru. Apapun itu makasih sudah mau menghubungiku lebih dulu, walau aku terkadang masih harus berpikir lagi, "angkat itdak, ya..." Hahahaha.
Aku mengkondisikan diri karena apa? Jika sudah bercerita dengan Kak Diah jarang yang namanya sebentar.
***
Tulisan ini hadir sebagai hadiah untuk Kak Diah. Barakallhu fii umrik.
Sebenarnya aku memang sudah lama berniat menulis tokoh tentang dirinya, tapi bingung harus dalam konsep seperti apa.
Dan ketika diminta menulis cerita tentang dirinya, ya sudah, beginilah jadinya.
Salam Sayang, dari adikmu.
*Isya Rayle
01/07/2022
(typo akan diperbaiki nantinya)
Komentar
Posting Komentar