Mereka boleh berisik, kita tidak boleh! (Keresahan part 2)

Ada tiga karakter dalam cerita ini.

***

Ini tulisan yang buru-buru kutulis sebelum pada akhirnya aku mulai melupakan permasalahan ini. 

Ini adalah fenomena yang menyebalkan bagiku. Terjadi pada orang-orang disekitarku.

Begini, aku punya teman, ya itu benar, aku memang punya teman meski tidak banyak.

Dia adalah tipe orang yang senang bicara. Kenapa aku mengatakan begitu? Karena hampir semua ia beri respon. Sangat reaktif terhadap hampir semua hal. Ia selalu terpancing untuk bicara atau memberikan tangggapan meski orang disekitar tidak berniat untuk memancingnya bicara. Dia terus berbicara, bicara dan bicara, seakan tidak mengenal kata lelah dan seakan tidak perlu menghitung sudah berapa kata ia keluarkan.

Lalu pada suatu ketika, kami harus menjawab beberap soal atau mengerjakan tugas deadline, teman yang sedang kubicarakan ini, akan pergi menjauh di paling sudut ruangan tersebut. Menjauh sejauh mungkin dari keramaian. Semua orang tidak boleh berisik. Tidak ada yang boleh menganggunya. Kalimat andalannya,

"Tolong, jangan ganggu saya, jangan berisik, saya mau kerjakan tugas." Ucapnya sambil memboyong semua barang kerjanya dan menyudut di ruangan. Menggunakan handsfree mendengarkan lagu yang bisa membuatnya tenang dan suara bising.

Padahal, selama ini ia cukup berisik untuk sekitarnya tapi ia lupakan hal itu. Aku tidak mengerti, orang yang berisik sekali ternyata butuh ketenangan jika mengerjakan tugas. Kukira ia juga bisa kerja dalam keadaan berisik.

Aku salah duga.

***

Contoh berikutnya dari kakakku.

Dia orang yang senang bicara. Tipikal yang hampir sama dengan temanku yang diceritakan di atas. Dia bisa membicarakan apa saja, bahkan hal konyol sekalipun. Dan jika aku merespon topik pembicaraannya, aku akan menjadi sasaran empuk bahan "bully"-annnya. Makanya ketika dia sedang bicarakan apa saja, aku akan hati-hati dan menimbang kapan akan merespon, penting tidak untukku, atau itu hanya ucapan angin belaka, tidak perlu ditanggapi hanya didengar apalagi dikasih solusi, no...itu bisa membuat diriku lelah.

Bahkan ketika aku mulai bersemangat menanggapi pembicaraannya ia akan meninggikan volume bicaranya, dan meminta aku atau mungkin orang disekitar untuk diam dengan kalimat andalannya, "eh! dengar dulu.....dengar aku dulu..." padahal dari tadi kami terus mendengarnya.

Lalu suatu ketika kami sedang membahas bahwa pentingnya membaca buku. Kakakku bilang ia tidak suka baca buku, itu membuatnya ngantuk.

Aku bilang padanya, baca buku untuk seorang pemula jangan langsung bacaan yang berat, mulai dari hal ringan saja, nanti jika sudah mulai sering baca, tingkatkan level membacanya, biar makin asyik ngobrolnya terutama dengan aku karena dia selalu mencemoohku dengan kalimat sanggahan saat aku mulai bicara dengannya, "ngomong apa sih kau? gak ngerti aku, tinggi kali bahasa kau," sumpah aku sebel jika dia berkomentar begitu. Dan tentu kondisiku tidak selalu sama, jika dalam keadaan hati senang aku akan tertawa, jika dalam hati kalut banget aku akan bilang...

"Makanya jangan bodoh kali jadi orang, banyak baca buku, biar banyak kosa kata tu, ini gak...tiap kali ngoobrol sama aku, bilangnya selalu bahasaku tinggi."

Dan ia terkadang juga merasa bersalah. Padahal dia sendiri sudah tahu, bahwa adiknya sangat sensitif dan jangan selalu dipancing kemarahannya, bisa-bisa keluar kata tidak menyenangkan.

Saat kami membahas topik tentang baca buku, dia bilang begini, "aku bisa baca buku, tapi gak bisa berisik, harus sunyi atau gak, gak masuk ke otakku."

***

Yang terakhir, adalah ponakanku. Dia mempunyai sisi baik tentunya. Senang bertanya, sekalipun ia sebenarnya sudah tahu jawabannya ia akan tetap bertanya. Aku tidak meng-judge begitu saja. Dia sendiri pernah bilanng begitu, "aku akan tetap bertanya walau, sudah tahu jawabannya." Katanya menurut kutipan buku yang pernah ia baca.

Menurutku ia mempunyai jiwa public speaking (dalam hal ini menggaet orang) untuk memancing orang yang pendiam sekalipun mau berbicara dengannya. Ia itulah aku. 

Aku tipikal yang malas bicara apalagi itu adalah topik yang tidak begitu menarik.

Ia akan menanyakan apa saja, sampai hal yang menurutku tidak perlulah dipertanyakan lagi, sudah jelas, untuk apa dengan wajah polos menanyakan hal itu.

Ketika ia menanyakan satu hal, aku akan menjawab, lalu ia akan bertanya lagi dan melemparkan pertanyaan yang beranak pinak.

Begitulah, ia begitu berisik. Dan ketika pada akhirnya dia mau membaca juga setelah aku melakukan berbagai pendekatan (penjelasan mengapa harus membaca) ia mengingkan kensunyian, bahkan menegurku yang ketika itu sedang mendengarkan sebuah video cuplikan di medsos.

"Ndeh, diamlah, Ncu." Tegurnya. Padahal menurutku itu tidak berisik, tidak sebanding dengan kebisingan yang selama ini ia ciptakan.


***

Yap, pada kesimpulannya, setiap orang memang akan membutuhkan ketenangan ketika akan melakukan sesuatu untuk berkonsentrasi. Aku juga begitu tidak begitu bisa fokus kalau disekitar berisik, panas, banyak orang dan sebagainya. Tapi jika dibandingkan dengan mereka yang menurutku dalam hal ini tipikal "ramai' ternyata begitu menginginkan kensunyian melebihi diriku dan apa yang kubayangkan. Kupikir mereka yang ramai tidak masalah, jika ia bekerja di sekitarnya juga ikut ramai.

Terima kasih sudah membaca.

Ini adalah keresehanku saja. Semoga bermanfaat.


(Jika ada typo, maafkan, akan diedit dilain waktu)


Komentar

Postingan Populer