Espresso itu Pahit!

 Sebelum pulang dari SM Alam Rumbai, kupakaikan tas dengan mantel.

Batinku bilang, "kalau kena hujan di jalan tiba-tiba bisa jadi pertolongan pertama."


Itu hanya sebuah antisipasi, tapi kurang maksimal. Secara aku tidak membungkus macair dengan plastik seperti biasanya. Entah kemana plastiknya menghilang. 


***

Masuk di penghujung jalan Tuanku Tambusai rintik hujan sudah mulai membasahiku.

Ya Allah, tasku!

Aku pikir bisa mengejar sampai tiba di rumah. Jadi kukencangkan gas motor.

Makin lama, rintik hujannya makin sering jatuh. Makin lama semakin lebat.

Aku mulai dilema, "berhenti atau lanjut?!"

Aku pun tidak bisa lagi keras kepala. Tasku tidak dilapisi pengaman lengkap.

Aku memutuskan untuk berteduh walau susah mencari tempatnya karena hujan yang menyerang mataku.

Dan alhasil aku berteduh di sebuah tempat yang baru disadari ternyata adalah sebuah caffe.


***

Aku pikir hujan akan segera berhenti. Ternyata ia terus deras. Seakan menangis. Apa langit sedang sedih?

Sekitar lima menit aku pun mulai berpikir, apakah sebaiknya berteduh di dalam?

Secara perut lapar dan hujan semakin menerpaku yang hanya berdiri di depan pintu caffe.

Aku juga sempat melirik ke dalam. Mengamati siapa aja yang di dalam caffe tersebut. Di mana aku harus duduk dan kira-kira apa yang harus ku pesan makanannya.

Namun, ya bukan Melisa namanya jika tidak mempertimbangkan situasi dengan matang. Sekitar tiga menit sebuah pesan masuk. 

Ponakanku minta hotspot. Aku lihat layar ponsel, baterai sudah lemah. Aku juga belum mengabari orang rumah.

Alhasil aku putuskan, akhirnya berteduh di dalam caffe.


***

Semua mata pegawai tertuju padaku ketika perlahan membuka pintu caffe

Aku masih mengenakan helm dan masker.

"Bisa lihat menu?" Tanyaku sambil menaruh helm di salah satu kursi dan menaruh tas serta jaket.

"Boleh, sebentar." Salah satu karyawan di caffe itu kebingungan melihatku, juga terlihat tidak bisa mendengar dengan baik kalimat barusan. Suaraku emang terkenal lembutnya, haha.


***

Tak berapa lama sebuah buku menu meluncur, aku berusaha setenang mungkin menerimanya, itu karena sudah baca situasi sebelumnya jadi lebih siap.

Kutanya lah tentang pisang goreng. 

"Menunya ada di belakang." Jawab laki-laki salah satu karyawan di caffe. Aku segera membuka bukunya, Ingin cepat-cepat karena tidak nyaman berinteraksi dengan orang baru.

"Uhmm," 

Aku ingin pesan kopi sebenarnya, tapi keliahatan mahal banget, jadi aku melihat menu coffe yang murah, sekitar dua belas ribu rupiah, "saya pesen pisang goreng original...dan...espresso." Kataku sambil berfikir. Yap, aku tahu kok espresso itu kopi pahit. Aku pernah menontonnya di beberapa drama korea dan web series yang menceritakan tentang kopi, tapi karena penasaran dan juga harga murah aku pesan saja itu.

"Sebelumnya sudah pernah minum kopi espresso, Mbak?" Tanya laki-laki yang memberikan buku menu.

"Nggak," aku menggeleng cepat. Aku tahu sepertinya sudah salah memesan, tapi apa salahnya biar aku agak lama di sini karena sepertinya hujan masih lebat dan belum berhenti.

"Espresso itu kopi pahit." Jelas laki-laki itu.

"Oh."

Aku segera lihat menu lagi. Memilih jus alpukat, tapi ternyata habis.

"Saya pesan jus mangga." Akhrinya tanpa mau menunggu lama-lama lagi.

***

Aku mengambil foto pemandan hujan dari dalam caffe lalu mengabari group keluarga. Bilang kalau aku sedang berteduh dan perut juga lapar.

"MasyaAllah enaknya."

Apa sih? Kenapa respon kakak itu?

Mungkin dia langsung fokus bahwa aku sedang berada di sebuah tempat makan. Padahal aku tidak ada bilang berteduh di caffe.

Hujan di sertai kilat membuatku tidak berani menghidupkan data selluler. Alhasil aku aktifkan mode terbang.

***

Pisang goreng hangat dan segelas jus mangga sudah terhidang.

Aku tidak langsung menyantap karena punya kesempatan untuk baca alma'tsurat sore dulu yang tertunda.

Setelah selesai membacnya, aku pun mulai menyantap pisang goreng dan menatap hujan di luar.

Lebat sekali. Kapan aku bisa pulang ya?

***

Serasa sedang pergi kencan, tapi hanya sendiri. Begini rasanya jomblo pergi ke tempat makan sendiri? Tidak ada teman ngobrol untuk bisa berbagi cerita membunuh waktu sembari menunggu hujan reda.


Aku khawatir hujan semakin lebat. Mantel? Sudah tidak kondusif lagi. Aku masih takut mantelnya menembus tas. Ada banyak file penting terutama elektronik.

***

Rasanya sudah satu jam berlalu. Apakah hujan akan terus deras sampai jam 9 nanti?

Jika iya, aku harus segera ambil langkah.

Minta plastik!

Entahlah seberapa lama aku akan mengumpulkan keberanian bertanya pada karyawan di caffe untuk memberikanku sebuah plastik.


- Jum'at 2 Oktober 2020

Masih menunggu hujan reda dan kembali pulang.

Komentar

  1. Asli, ini berasa aku banget! Kalo mau ambil tindakan apapun pasti ngumpulin keberanian dulu dan memastikan situasi. Pokoknya ga boleh ada kecerobohan atau keliatan bodoh 😂

    BalasHapus
    Balasan
    1. xixixiixi, iya bener, yang terpenting terakhir itu "jangan sampai kelihatan bodoh" :D

      Hapus

Posting Komentar

Postingan Populer